Kuterbangun dengan perasaan yang teramat sakit
Sekelebat wajah manis yang memuakkan muncul kala pertama kubuka mata ini
Sesak…… Tak mampu juga membuat air mata turun…
Yang ada hanya semakin sesak. Semakin sakit.
Sebenarnya……..
Aku merindukan apa yang tak pantas kurindukan
Aku mengasihi apa yang tak pantas kukasihi
Aku mencintai apa yang tak pantas kucintai
Kuberikan seluruh rasa ini dan aku sakit.
Mereka datang saat mereka sulit dan pergi seketika hari mereka kembali.
Mereka berjanji…. Mereka mengumbar janji yang sama ke semua orang dan tak kunjung ditepati…..
Kini aku menyesal…
Menyesal akan kebodohan yang sangat. Yang membunuh jiwa ini.
Aku kembali mengingat hari lalu di mana aku kembali terbuai.
Mereka membuatku kembali lemah.
Mereka membuatku kembali merasa aku ini bukan siapa-siapa. Malah bukan apa-apa.
Mereka datang, lalu pergi, datang lagi, lalu pergi lagi.
Bukankah teman sesungguhnya adalah ia yang bisa menemani hari-hari terlemah kita?
Bukankah teman sesugguhnya adalah mereka yang mampu membuat kita nyaman walau di antara sekerumunan teman-temannya yang lain?
Lalu aku ini apa?
Apa nama yang pantas untuk orang yang digandrungi teman yang hanya datang ketika butuh?
Aku berpikir lagi. Nampaknya tak pantas aku berpikir demikian.
Aku tak pernah bahkan sekalipun dekat dengan mereka. Mereka nampaknya juga mengakui.
Dan kini yang aku bisa hanya merelakan.
Merelakan apa yang tak mungkin kumiliki.
Silahkan datang sesuka hati. Aku tak peduli.
Silahkan manfaatkan diri ini hingga kalian merasa sudah tak ada lagi yang mampu didapatkan.
Aku tak apa.
Mungkin memang aku diciptakan untuk menyimpan rasa sakit.
Aku tak ingin berkata lagi.
Aku ingin menangis sejadinya namun tak dapat.
Aku ingin memaki namun tak kuasa.
Aku hanya ingin pergi dan melupakan. Mungkin hanya ini yang kubisa.
Pada hakikatnya, diam bukanlah ketika mulut sudah tak mampu mengucap bukan?
Bagiku, diam adalah semacam mekanisme pertahanan diri ketika hati sudah tak mampu lagi menahan apa yang seharusnya keluar.
Aku memang lemah. Sangat lemah.
Aku pergi.