To: Man who already touched woman’s heart and you decided to leave

Jangan Tengok

Untuk: Si gagah, yang memutuskan pergi

Jantung mengeras, seperti ingin pecah

Ratap yang nampak dirasa tak berarti namun sukses menekan dada

Jangan tengok!

Atau jantung ini akan pecah lebur, lalu berharap dipungut dan dibuat utuh kembali

Jangan tengok!

Teruslah berjalan ke depan seperti angin yang tak peduli akan tubuh yang dilewati

Pergi dan jangan tengok agar jantung ini dapat berdetak normal

dan  tak berharap lagi.

Satu perbedaan dari pria dan wanita ketika memutuskan untuk berpisah, yang sejauh ini masih menjadi subjektifitas diri, karena gue malas melakukan survey:

Pria: OK, fine. Kita temenan, ya.

Wanita: OK, fine. *lalu  menutup diri dan…tiada kata seindah berteman*

Well, mungkin tidak sepenuhnya kata di atas benar, apalagi terjadi pada semua orang. Tapi sejauh kata yang terucap, sejauh mata yang memandang, sejauh detak yang dirasa, gue dan beberapa dari kamu, mau pria atau wanita pasti mengalami hal demikian, terutama buat kamu yang sudah menetapkan hati, namun takdir berkehendak lain, katanya.

Sesungguhnya, gue sangat tidak percaya dengan kata-kata, “Ya lihat nanti deh”, atau “Kalau takdir pasti ketemu juga”, atau “Percaya aja pada takdir….”

Kamu mampu berjalan dan memilih, namun kamu bilang tergantung ‘takdir’? Itu kata-kata orang yang bingung, hey! Sangat berbeda dengan, “Iya, aku usahain.” atau, “Yuk kita jalani bareng.”

Buatlah yang kamu usahakan menjadi takdirmu, bukan gantungkan diri pada takdir!

Gue dan kamu –gue yakin yang baca umurnya minimal mendekati 20 atau lebih, pasti mengerti betul apa arti sebuah rajutan intimacy, di mana kata berteman tidak akan memuaskan. Kata “yaudah” sudah bukan jadi pilihan, apalagi kata “yang penting happy”.

Saran nih buat kamu (terutama wanita) yang terlibat kisah, ‘YUK JALANI AJA’, jangan mau. Tanyakan padanya, “Akan kemana kita?” Kalau dia bilang, “Tunggu”, tanyakan keseriusannya. Kalau dia bilang, “Please, tunggu”, bilang bahwa hati kamu tidak mau bertengger di atas benang ketidakpastian. Pastikan dia memberikan kamu jawaban segera. Dan yang paling penting, pastikan hati kamu siap menerima segala kemungkinan buruk. Don’t expect to much, sekali aja dalam kasus seperti ini.

Ibarat kamu baju yang habis dicuci, ketika digantung, dijemur terlalu lama justru akan membuat dirimu usang kan?

Itulah hati wanita.

Mungkin terjadi pada pria, sebagian kecil. Tapi gue ingin berbicara sebagai wanita. Lengkapnya, wanita yang dipaksa untuk menunggu dan akhirnya tidak, namun dengan sengaja entah apapun namanya, pemaksa sekaligus pengambil keputusan itu datang kembali.

Teruntuk pria yang pernah atau sedang menghujam inti jantung wanita dengan hebatnya hingga membuat sesak napas, lalu memutuskan untuk pergi…

Jika kata pergi sudah terlontar, artinya literally pergi. Jauh dan tidak kembali. Ngga ada lagi kata manis, ngga ada lagi percakapan panjang bahkan sedikit pun engga, ngga ada lagi chat sampai tengah malam, ngga ada lagi kata apapun alih-alih mendefinisikan diri sebagai teman.

Hati wanita serapuh itu.

Butuh sembuh sebelum akhirnya menjalani kehidupan dengan normal. Butuh bangkit dengan tenaga super untuk melupakan lalu menjalani hari barunya lagi. Butuh melihat untuk mengerti perih adalah pelajaran.

Kamu yang sudah berhasil menancapkan paku ketulusan, lalu berubah dengan mendadaknya menjadi paku berkarat yang membuat pedih, lalu kamu cabut… Bekas tidak akan hilang secepat kilat. Ia bertengger, masih di tempat yang sama.

Jika kamu kembali lagi, meskipun untuk memastikan dirinya baik-baik saja, itu salah. Kepedulianmu tidak mengubah apapun. Kepedulianmu bak paku berkarat yang datang lagi tanpa diminta. Hanya akan membuat sakit. Berharap menjadi penyembuh, namun tidak.

Wanita seperti ini hanya akan berharap padahal ia sangat yakin dirinya akan jatuh tersungkur lagi. Namun saking ringkihnya, tembok yang berhasil dibuat seketika runtuh. Berharap lagi, meresap malam dingin lagi, diam dan pikir ke memori menyenangkan berujung sesak lagi..

Wahai pria yang pernah memeluk dan mengecup wanita hingga ia berpikir kamu miliknya seutuhnya namun tidak, jangan datang lagi untuk alasan apapun. Gue tidak pernah tahu apa yang dipikirkan, tapi gue yakin ada alasan baik dibalik itu. Tapi tetap saja, lukanya tak akan pernah sembuh, kecuali kamu serius menyembuhkannya.

Dan indikator serius untuk menyembuhkan itu adalah ketika kamu berani bilang: Saya memilih kamu, mari kita bersama merajuk kasih, memupuk benih cinta dan hidup bersama. Atau… Kamu benar-benar pergi dan tak kembali.

Kalau kamu tidak bisa memberikan kepastian, membuatnya menunggu padahal di sana kamu merajut tali kasih dengan yang lain alih-alih kamu nyaman di kedua belah pihak apalagi kamu membawa nama “komitmen” yang entah apa artinya, bergegaslah pergi dan jangan berpikir untuk sekali-kali menengok. Hati wanita bukan untuk dipermainkan. Ia ada untuk memberi ketulusan yang hakiki.

Gue pernah mengalami satu masa pengharapan yang tinggi, lalu pria itu membuat gue jatuh tersungkur, membuat gue malu dan merasa bodoh setiap hari, di mana gue masih berpura-pura baik-baik saja padahal engga. Lalu gue memutuskan untuk benar-benar pergi. Gue block akun media sosialnya, menghindari paparan tentangnya. Kemudian gue berdoa setengah mati agar gue tidak berpapasan dengannya di mana pun..

Butuh waktu yang lama. Apakah sembuh? Iya, gue akui.

Ini baru kisah gue yang sebenarnya baru gue sadari bahwa masa-masa gue menyayanginya itu sangat tidak beralasan. Dia tidak pernah membuat gue spesial selain ketika gue manjadi tempatnya bercerita. Dia tidak pernah mencium gue, memupuk benih-benih cinta hingga tumbuh. Dia tidak pernah cemburu akan apapun.

Selemah itu kah gue?

Tapi nyatanya dia pernah menancap jantung ini dengan tatapnya, dengan tawanya yang selalu salah gue definisikan, dengan sentuhannya di pergelangan tangan maksud untuk melindungi ketika menyebrang jalan…

Bagaimana kamu yang lebih?

Kamu yang pernah memberi bunga di malam yang tak terprediksi… Kamu yang memberi kecupan dan pelukan selamat malam… Kamu yang bercerita, membuat diri tertawa hingga lemas namun membuat melambung… Kamu yang mampu berpuisi tuk membalas kata manis yang terlontar… Kamu yang memiliki selera yang sama, yang denganmu hidup serasa berjalan berdua di atas kaki yang sama… Kamu yang membuat diri memilihmu, memberimu cap lelaki yang “dicintai”.

Kurang baper apa?

Itu mengapa ketika kamu memutuskan untuk pergi –walau dengan alasan apapun yang mungkin semua orang akan menganggapnya rasional, artinya sama dengan kamu tenggelam di segitiga bermuda atau terjerat terperangkap di luar angkasa bahkan dimensi lain.

Gue, dan hampir seluruh wanita di dunia –bisa gue pastikan, tidak akan dengan mudahnya bersikap normal ketika kamu yang telah memutuskan untuk pergi kemudian ada, datang lagi bahkan hanya untuk berbasa basi tanpa satu maksud tertentu, apalagi memamerkan masalah pribadimu dengan orang yang sebelumnya setara posisinya dengan gue.

Bisa dibilang aneh dan lebay.

Tapi wanita memang tak bisa lari dari kenyataan begitu aja. Wanita tak bisa lupa akan sosok yang mampu menyentuh inti jantungnya. Ia terus mencari, dan selalu tak ada yang nampak sama. Ia pembanding ulung, yang jika sudah ada skema sosok sempurna di kepalanya, semua yang muncul dan tak sesuai dengan skema dalam pikirnya hanya sebuah kemungkinan. Bahkan ketika ada yang persis pun, belum tentu.

So,

for you who already touched woman’s heart and you decided to leave her for any reasons especially for another woman in your past, just leave her, just go. Let her look for another happiness without you in her minds.

for you who already touched woman’s heart and you decided to leave, don’t go back although for confirm that she was right without you.

for you who already touched woman’s heart and you decided to leave, don’t ask anything, go away and don’t ever look back!